Senin, 26 Juli 2010

Saling Balas tulisan dalam koran

Adinda Yusril yang Panik
Oleh: Prof Achmad Ali (Guru Besar Ilmu Hukum Unhas, Doktor Hukum Pidana)
 
Sebagai pakar hukum, saya tidak akan menanggapi tulisan adinda Yusril secara emosional juga. Terlalu banyak argumentasi hukum yang saya miliki untuk ditulis, dan bahkan hanya sebagian yang bisa saya tuangkan dalam tulisan ini, karena keterbatasan ruang.
Kalau tidak membaca bahwa penulisnya bernama Yusril Ihza Mahendra, sungguh-sungguh tulisan di Fajar, Selasa 20 Juli 2010 kemarin, tadinya akan saya pikir tulisan seorang preman, atau paling tidak, seseorang yang sama sekali tidak berpendidikan hukum.
Dan sungguh memprihatinkan, ternyata penulisnya seorang sarjana hukum lulusan Fakultas Hukum UI, Jakarta, meskipun hanya "ansor" (anak sore). Tetapi kemudian saya lagi-lagi memahami bahwa penulisnya adalah bukan Doktor Hukum, melainkan menurut Prof Dr Laica Marzuki, SH, adinda Yusril adalah Doktor Ilmu Politik yang menulis disertasi tentang Partai Masyumi, di salah satu universitas di Malaysia.
Dan lebih bisa saya pahami lagi mengapa tulisan tersebut sangat emosional dan menyerang pribadi saya, bukannya beradu argumentasi hukum, karena penulisnya, adinda Yusril benar-benar sedang panik membayangkan sel yang berjeruji yang semakin mendekatinya.
Benarkah saya tidak paham tentang kasus korupsi Sisminbakum itu? Agar objektifnya saya mengutip saja sebagian dari apa yang dimuat Majalah Tempo, edisi Minggu 11 Juli 2010.
Menurut Tempo, kasus yang membelit Yusril Ihza Mahendra, sang mantan Menteri Hukum dan HAM itu dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung RI, bukan oleh Jaksa Agung RI (sebagai orang yang pernah belajar hukum, harus dapat membedakan institusi dan sosok pejabatnya), adalah Proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang oleh Tempo (halaman 110 edisi 11 Juli 2010) dinamakan "Sarana Rampok Duit".
Bagaimana ceritanya? Lebih baik saya mengutip saja apa yang ditulis oleh Majalah Tempo (halaman 110 edisi 11 Juli 2010) yang telah menelusurinya lebih mendalam. Menurut Tempo tersebut: “John Sarodja, … memang otak Sistem Administrasi ini.
Dialah yang merancang bagaimana sistem itu bekerja-dengan teknologi internet-sehingga membuat notaris di pelosok mana pun bisa mengaksesnya, tanpa harus ke Jakarta dan antre di Departemen Kehakiman seperti terjadi selama itu. Adalah Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Romli Atmasasmita yang meminta John pada pertengahan 2000, menciptakan teknologi itu untuk direktoratnya.
John memang kemudian dimanfaatkan PT Sarana. Perusahaan yang saham mayoritasnya dipunyai Bhakti Asset Management –antara lain dimiliki Bhakti Investama, perusahaan Hary Tanoesoedibjo– itu ditunjuk Menteri Yusril untuk mengelola proyek tersebut.
John tetap diminta menyelesaikan sistem itu dengan upah sekitar Rp 500 juta. Setelah proyek rampung, John "ditendang keluar". Adapun anak buahnya, sekitar 20 orang, "dibajak" PT Sarana untuk mengoperasikan Sisminbakum.
Proyek inilah yang kemudian oleh Kejaksaan Agung dituding sarat korupsi. Kejaksaan menghitung uang yang dikeruk dari notaries-jumlahnya sekitar 6.000 orang-dan masuk rekening SRD sepanjang tahun 2000 hingga 2008 tak kurang dari Rp 420 miliar.
Sepuluh persen dari jumlah itu masuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman, dan kemudian disalurkan lagi, antara lain untuk "jatah tetap" sejumlah petinggi departemen. Tiga bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah diadili dalam kasus ini.
Demikian pula Direktur Utama PT Sarana, Yohanes Waworuntu. "Uang itu seharusnya masuk kas negara negara, bukan swasta," kata Arminsyah.
Nama Yusril dan Hartono, pada awal 2009, sudah masuk daftar tersangka. "Saat itu sudah dilakukan gelar perkara di depan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus," ujarnya.
Kesalahan Yusril terang benderang. Selain mengeluarkan surat keputusan pemberlakuan Sisminbakum, dia menerbitkan surat keputusan penunjukan Sarana -dan Koperasi Pengayoman– sebagai pengelola Sisminbakum.
Dua SK itu dikeluarkan masing-masing pada 4 dan 10 Oktober 2000. Di luar itu, setumpuk bukti lain juga ditemukan jaksa. Yusril pernah memakai duit itu untuk sangu perjalanannya ke luar negeri antara lain ke Malaysia. Fulus itu juga pernah mengalir ke rekening -kini mantan-istrinya , Sukesih.
Apapun argumentasinya, tampaknya perjuangan Yusril sia-sia. Kejaksaan sudah menyiapkan sejumlah dalil untuk mematahkan "perlawanan" Yusril.
Alasan-alasan bukan duit negara juga bakal disikat. Bagi kejaksaan, yang dipungut itu jelas uang publik, dan seharusnya masuk kas negara. "Sisminbakum itu memakai kop Departemen Kehakiman, menggunakan kekuasaan negara untuk mengambil pungutan, tapi uangnya masuk swasta, itu pelanggaran," kata Reda, jaksa. Dan seterusnya… Demikian kutipan dari Majalah Tempo.
Kemudian yang sangat perlu saya luruskan pendapat adinda Yusril yang "anarkhis" (tidak mau mengakui hukum yang berlaku) dan "tirani", adalah karena menyayangkan saya kenapa masih mau tunduk kepada sistem penegakan hukum di Indonesia yang sudah usang.
Alangkah tragisnya kalau pembaca Fajar mengikuti cara berpikiran adinda Yusril yang mengimbau kita semua untuk melawan hukum yang berlaku. Bukankah Indonesia adalah Negara Hukum, yang harus menjadikan hukum sebagai "panglima"? Sangat tepat kalimat bijak seorang filsuf hukum yang mengatakan, bagi seorang penjahat, aturan hukum yang berlaku terhadap kejahatannya tidak diakuinya dan akan dilawannya.
Mudah-mudahan adinda Yusril tidak termasuk di dalamnya. Dan bukankah konstitusi kita UUD 1945 yang merupakan hukum tertinggi di negara ini, dalam Aturan Peralihan menegaskan: Segala badan negara dan ketentuan perundang-undangan yang ada sebelum adanya UUD ini, tetap berlaku sehingga ada yang baru menggantikannya.
Saya yakin, siswa SMP dan SMApun sudah tahu hal ini. Jadi sangat perlu dikasihani, jika adinda Yusril yang selalu mengaku-aku "pakar HTN", tidak memahaminya. Dan ajaran Islam mengajarkan: "hukum yang zalim, masih lebih baik ketimbang tidak ada hukum sama sekali". Apalagi menurut saya, UUD 1945, KUHAP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukan hukum zalim.
Memberantas dan melawan koruptor, sama sekali bukan kezaliman, tetapi keharusan yang diperintahkan Allah swt. Memang akan sangat berat nantinya adinda Yusril untuk menyanggah di persidangan pengadilan, bahwa proyek Sisminbakum bukan korupsi, karena mantan anak buahnya yang terbelit kasus yang sama sudah "masuk" semua.
Antara lain kita lihat kronologisnya: 7 September 2009: Romli Atmasasmita divonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 2 tahun penjara. 28 Oktober 2009: Yohanes Waworontu, Direktur Utama PT Sarana Rekatama divonis PN Jakarta Selatan 4 tahun penjara. 24 Juni 2010: Hartono Tanoesoedibjo meninggalkan Indonesia ke Taiwan.
Kejaksaan menetapkan Yusril dan Hartono sebagai tersangka. 25 Juni 2010: Kejaksaan mengeluarkan surat perintah pencekalan terhadap Yusril dan Hartono.
Menurut Tempo, 1 Juli 2010, halaman 116: Dana Sisminbakum mengalir ke mana-mana, yaitu Notaris mengakses Sisminbakum online, mengalirnya: Rekening PT Sarana melalui Bank Danamon Cabang GKBI, Sudirman.
Rekening PT Sarana, melalui Bank Danamon Cabang Kebon Sirih. Ke sejumlah rekening di Singapura. Ke Bhakti Investama. Ke Harian Seputar Indonesia. Ke Adam Air, dan ke pembelian property.
Benarkah makian adinda Yusril terhadap diri saya seakan goblok, karena tidak mengetahui bahwa bukan penyidik yang menetapkan tersangka, melainkan Jaksa Agung? Kecuali jika adinda Yusril membuat ketentuan sendiri, maka secara tegas Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP menentukan bahwa penyidik yang berwenang menetapkan seseorang menjadi tersangka, memanggil tersangka, kalau perlu menahan tersangka.
Makanya, sangat saya sayangkan karena adinda Yusril bukannya mempersiapkan diri dengan argumentasi hukum dan bukti-bukti perlawanan dalam menghadapi proses Criminal Justice System, malah "berjuang" mengalihkan isu ke isu tidak legalnya kedudukan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung, dan sekarang menggugat Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi dengan menyoal UU Kejaksaan.
Sekalipun menurut Prof Dr Laica Marzuki, konon adinda Yusril Ihza Mahendra adalah Doktor di bidang Ilmu Politik dari salah satu universitas di Malaysia, tampaknya sekali ini Yusril gagal untuk mempolitisasi jeratan dugaan korupsi Sisminbakum yang menjeratnya.
SC Yuter mengatakan: Law is the backbone which keeps man erect (hukum adalah tulang punggung yang menjaga agar setiap orang tegak. John Locke mengatakan: Where-ever Law ends, Tyranny begins (Kapan hukum berakhir, maka di situlah muncul tirani). Dan "The laws sometimes sleep, but never die" (hukum kadang-kadang tertidur, tetapi tidak pernah mati).
Akhirnya saya ingin mengingatkan adinda Yusril yang konon Magisternya (S2) di bidang Hukum Islam (bukan HTN), bahwa koruptor adalah termasuk pembuat kerusakan di bumi. Surah al- Ma'idah (5): 33, bahwa pelaku kerusakan di bumi,
hanyalah dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang berat. (*)

Siapa yang Panik?
Oleh: Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menkeh HAM)
 
Jika pembaca Fajar menyimak tulisan saya dan bantahan Achmad Ali kemarin, maka merekalah yang akhirnya akan menilai, siapakah yang panik: saya atau Achmad Ali? Beliau selama ini memang telah sering menyindir-nyindir dan bahkan menyerang orang lain seenaknya dalam berbagai kesempatan.
Mungkin baru sekali ini, ada orang yang "segila" saya yang tak bergeming sedikitpun dengan kemahsyuran nama Achmad Ali, untuk menyerang balik pendapatnya.
Kalau kita menyimak dengan seksama perlawanan saya terhadap Jaksa Agung Hendarman yang saya anggap tidak sah itu, sesungguhnya saya belumlah memasuki substansi permasalahan sehubungan dengan tindak pidana yang disangkakan kepada saya. Achmad mulai masuk ke substansi ini, walau saya belum menyinggungnya.
Argumentasi saya tentang ketidaksahan Jaksa Agung Hendarman, tidak mendapat tempat dalam tulisan Achmad Ali. Demikian pula ketika beliau hadir di TVOne, beliau bicara masalah sikap saya yang konon disayangkannya.
Saya tak berselera menanggapi omongannya, yang keluar dari topik mengenai sah atau tidak sahnya Jaksa Agung, yang menjadi topik utama diskusi malam itu. Achmad Ali merasa memahami hal ikhwal "korupsi Sisminbakum" dan "agar objektifnya" beliau mengutip berita Majalah Tempo.
Mengutip Tempo dan menganggap pengetahuan yang dikutip dari majalah itu adalah "objektif" adalah suatu hal yang menggelikan. Achmad Ali sepertinya tidak memahami politik media dengan berbagai kepentingan bisnis dan politik yang bermain di belakangnya.
Dalam metodologi penelitian, berita media adalah "secondary source" yang harus dicrosscheck kepada sumber-sumbernya yang awal. Orang harus kritis kepada pemberitaan media, yang tidak jarang penuh bias dan interpretasi terhadap data dan hasil wawancara.
Analog dengan belajar ilmu hadis, berita majalah baik matan maupun perawinya, harus ditelaah dengan kritis, agar kita seperti dikatakan Alquran, tidak dengan mudah menimpakan kezaliman kepada seseorang, tanpa tabayyun tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
Sepanjang hidup saya, berkali-kali Tempo menuduh saya yang bukan-bukan, namun tidak satupun terbukti di pengadilan. Bahkan ketika perkara uang Tommy Suharto yang menggegerkan dan dipublikasikan Tempo secara bombastis itu diperiksa dan diputus pengadilan Inggris, ternyata saya tak melakukan kesalahan apapun. Saya hanya menjadi korban pemberitaan dan menjadi korban "trial by the court".
Saya tak ingin menangkis terlalu jauh apa yang diberitakan Tempo dalam kasus Sisminbakum. Jauh sebelum perkara ini dilimpahkan ke pengadilan, penyidik Kejaksaan Agung, Faried Harjanto, telah sesumbar membocorkan berita ke media, bahwa "Yusril sekali ini tidak berkutik lagi. Bukti-bukti sudah lengkap termasuk tiga kuitansi, yang juga diterima mantan istrinya".
Saya penasaran betul dengan tiga kuitansi itu, dan setelah saya melihatnya dengan mata kepala di Kejaksaan Agung, kuitansi itu ternyata hanyalah kuitansi yang dapat dibeli di warung. Di situ tertera, "Telah terima dari Dirjen AHU, uang sejumlah lima juta rupiah, untuk biaya perjalanan menteri ke Afrika Selatan".Ada tanda tangan, entah tanda tangan siapa karena tidak ada nama jelasnya. Masih ada dua kuitansi lagi, yang berjumlah tiga juta rupiah, yang disebut telah diterima mantan istri saya, untuk biaya perjalanan ke luar negeri. Hal-hal seperti ini semua sudah diklarifikasi dan disanggah dalam sidang-sidang Prof. Romly, Samsudin Sinaga dan Zulkarnain Yunus. Biarlah nanti saya membantahnya sekali lagi kalau saya disidangkan di pengadilan.
Sejak awal, kami telah menengarai Sisminbakum adalah kasus yang sengaja "dikasuskan" oleh berbagai kepentingan. Tahun 2006, Sisminbakum pernah dilaporkan orang ke KPK. Namun setelah mereka dalami, mereka tak mau meningkatkan kasus ini ke tingkat penyidikan, karena BPK tidak pernah melaporkan ada penyimpangan.
BPKP juga tak mau mengeluarkan pendapat bahwa dalam kasus ini ada unsur kerugian negaranya. Tahun 2008, kasus ini dilaporkan lagi ke Kejaksaan Agung, dan kali ini mereka begitu antusias mengangkatnya ke permukaan, dengan dalih "untuk mengangkat citra kejaksaan yang sedang terpuruk" setelah beberapa petingginya dilengserkan karena terlibat dalam praktik mafia hukum.
Prof Romly dan penasihat hukumnya sekali lagi minta Kejaksaan Agung agar meminta BPKP melakukan audit investigasi terhadap Sisminbakum. Akhirnya ini mereka lakukan. Namun audit investigasi BPKP menyatakan "tidak dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi kerugian negara atau tidak". Kalau mengikuti prosedur yang normal dalam penyidikan perkara korupsi, maka kasus ini mestinya telah dihentikan.
Tetapi yang mereka lakukan malah melakukan propaganda membentuk publik pini. Aparat Kejaksaan Agung kemudian gembar-gembor memberitakan bahwa dalam kasus Sisminbakum ini, saya, Romly dan lainnya, semua terlibat dalam komplotan "merampok uang negara 420 miliar".
Uang sejumlah ini adalah hitungan jaksa sendiri, bukan hitungan auditor. Sejak kapan jaksa mempunyai otoritas mengaudit? Penyidik tidak boleh menyebarluaskan data dan hasil pemeriksaan mereka, tetapi propaganda ini telah meluas kemana-mana.
Namun kasus ini toh tetap saja dilimpahkan ke pengadilan dengan segala macam bukti, bahkan bukti rekayasa termasuk pemalsuan surat-surat yang dialami terdakwa Prof. Romly. Dalam suasana seperti sekarang, ketika kasus korupsi telah hampir menyamai kasus subversi di zaman Orde Baru, akan sulit mengharapkan adanya peradilan yang obyektif.
LSM dengan kepentingannya sendiri setiap tahun akan mengumumkan daftar nama "hakim hitam" yang membebaskan perkara korupsi. Hakim-hakim demikian akan segera dilaporkan ke Komisi Yudisial dengan aneka macam tuduhan. Kenyataan seperti ini membuat saya bertanya,
apakah pengadilan ini dimaksudkan sebagai forum untuk menegakkan keadilan, ataukah forum untuk menghukum seseorang? Inilah hal yang saya katakan kepada Achmad Ali tentang teori Criminal Justice System yang beliau sanjung-sanjung itu. Konsepsi abstrak dalam teori itu, bisa berbeda jauh dalam kenyataan. Menganggap aparatur penegak hukum yang bekerja di dalam sistem itu steril dari berbagai kepentingan, tekanan dan sejenisnya, adalah suatu hal yang naif.
Baiklah kalau Achmad Ali menggunakan Tempo, saya juga dapat mengutip berita Tempo 14 Juni 1999, tentang Faried Harjanto yang menelaah kasus Sisminbakum dan kemudian ditunjuk menjadi Ketua Tim Penyidik Kasus Sismimbakum. Faried Haryanto adalah jaksa penunut umum kasus Marsinah yang menghebohkan seluruh dunia sebagai peradilan sesat itu.
Dalam berita berjudul "Sapu Kotor di Gedung Bundar" itu dikisahkan kembali seorang "jaksa glamour" bernama Faried Harjanto yang menuntut perkara kasus Jakarta Outer Ring Road (JORR), ketika Tutut, putri Presiden Suharto ketika itu terlibat masalah dengan sesama rekannya sendiri.
Ditengarai Tempo, Faried telah menerima sogokan demikian besar untuk mengatur perkara JORR itu. Kami menengarai hubungan kelompok Tutut dengan Faried tetap berlanjut, dan sekali ini ada konflik baru antara putra-putri mantan Presiden Suharto dengan keluarga Tanoesudibyo, terutama terait dengan kepemilikan Tevelisi Pendidikan Indonesia.
PT SRD yang mengelola Sisminbakum yang sahamnya dimiliki keluarga Tanoe mereka anggap sebagai pintu masuk untuk menyerang mereka agar Hary Tanoe bersedia duduk satu meja merundingkan kepemilikan TPI.
Sederet orang sekitar Tutut - sebagian telah kami temui dan minta konfirmasinya -- bermain melalui Faried yang memegang perkara di Kejaksaan Agung. Masalah keterlibatan Faried sebagai dalang mengkriminalkan Sisminbakum kini mulai terungkap ke permukaan. Jamwas Marwan Effrendi juga sudah mengetahui hal ini.
Biar kita tunggu apa langkah mereka menyikapi permainan di balik layar kasus Sisminbakum ini. Semoga saja para pendekar Satgas Mafia Hukum bentukan Presiden SBY, juga mau menyelidiki mafia orang dalam di Kejaksaan Agung itu.
Pihak Tutut mengaku kaget dan terheran-heran, mengapa kasus Sisminbakum akhirnya melibatkan saya dan beberapa mantan pejabat Departemen Kehakiman dan HAM, yang tak ada urusan sedikitpun dengan bisnis keluarga Suharto. Padahal sasaran mereka sebenarnya Hartono Tanoesoedibyo, kakak kandung Harry Tanoesoedibyo yang sekarang menguasai TPI, RCTI dan Bimantara.
Khusus mengenai diri saya, bukan mustahil ada sejumlah agenda politik yang bermain. Mereka tambah terkejut, ketika saya melawan, masalah ini melebar ke mana-mana, sampai ke persoalan keabsahan Jaksa Agung yang berpotensi menampar muka Presiden SBY, sampai desakan yang makin menguat untuk mengadili Wapres Boediono yang diduga terlibat Megaskandal Bank Century, yang berdasarkan audit BPK nyata-nyata merugikan negara 6,7 trilyun.
Achmad Ali boleh saja menuding apa yang saya tuliskan ini hanya bualan kosong belaka untuk mengalihkan persoalan ke persoalan lain. Itu semua terserah beliau. Orang bijak dan berhati lurus akan mendengarkan segala sesuatu dari berbagai sumber, baru mengambil kesimpulan.
Berbeda halnya dengan orang fasik dan penuh kecongkakan, akan selalu menggunakan sumber sepihak yang sesuai dengan hawa nafsunya, karena yang penting bagi mereka bukanlah kebenaran. Tapi bagaimana menunjukkan "kehebatan" diri ke tengah orang banyak, dengan cara semena-mena menyerang dan memojokkan orang lain.
Perkara Sisminbakum belum final, Achmad Ali. Tiga terdakwa, belum ada satupun yang telah inkracht putusannya. Johannes Woworuntu sedang mengajukan PK karena menemukan sejumlah kejanggalan penerapan dan pertimbangan hukum dalam putusan kasasi. Sebaiknya Achmad Ali bersabar dulu, tidak perlu menggebu-gebu menyerang dan memojokkan saya.
Saya tak pernah mengatakan bahwa UUD 45, KUHAP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai hukum zalim. Namun, bukan mustahil kezaliman bermain dibalik semua aturan-aturan hukum itu. Saya tak pernah menghasut orang untuk melawan terhadap hukum yang berlaku.
Namun benar, saya mengajari orang untuk melawan penegak hukum yang tidak sah kalau mereka mau menegakkan hukum. Jangan pula anda meremehkan saya karena "akan sangat berat nantinya adinda (sic!) Yusril untuk menyanggah di persidangan pengadilan, bahwa proyek Sisminbakum bukan korupsi".
Saya akan melawan dengan cara saya sendiri dengan bukti-bukti dan argumentasi saya sendiri untuk membantah semua itu. Saya tak perlu belajar dengan Achmad Ali, dan tidak perlu beliau ajari. Saya takan berguru kepada Achmad Ali, yang merengek-rengek supaya dibebaskan dari tahanan, ketika dinyatakan sebagai tersangka korupsi uang PNBP program pascasarjana Unhas dan manipulasi biaya perjalanan dinas (SPPD).
Lebih baik saya mati berdiri daripada membungkuk kepada kezaliman. Saya berkeyakinan bahwa saya tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi yang konon merugikan uang negara sejumlah 420 miliar itu. Untuk itu saya takkan berhenti melawan, sampai suatu ketika segala permainan pat gulipat di belakang kasus ini terkuak ke permukaan. Saya akan berperang melawan kezaliman.
Sungguh keliru, Achmad Ali mengutip Surah Al-Maidah 33 dan mengaitkannya kepada saya, seolah saya koruptor yang melakukan kerusakan di muka bumi yang harus dihukum dengan ayat tersebut. Padahal, ayat itu menyuruh umat Islam untuk berperang melawan mereka yang mendustakan Allah dan RasulNya dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Mereka yang menggunakan mempermainkan isu korupsi, padahal mereka sendiri bejat dan korup, itulah yang harus diperangi berdasarkan Surah Al-Maidah itu. Achmad Ali tega-teganya memutar-balikkan ayat Alquran tanpa memahami asbabun Nuzulnya serta keterangan para mufassir yang mu'tabar mengenai maksud ayat tersebut dalam konteks Hukum Jinayat Islam.
Kalau ayat Alquran saja berani-beraninya diputar balikkan maksudnya oleh Achmad Ali, apalagi hukum duniawi ciptaan manusia. Tentu Achmad Ali dengan lebih enteng memutar-balikkannya untuk memberikan justifikasi kepada keinginan dan hawa-nafsunya sendiri. Na'udzubika min dzalik!
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan diatas merupakan serangkaian berita yang termuat dalam Koran fajar yang berisikan tentang pertentangan antara Prof. AA dan Yusril Ihza Mahendra mengenai kasus korupsi yang membelit yusril. Tulisan-tulisan diatas saya kira itu tidak menyentuh subtansi mengenai kasus tersebut, melainkan bisa dijadikan suatu pengalihan issue agar kasus ini menjadi pertentangan antara Prof.AA dan Yusril. Media jangan dijadikan tempat perang wacana pembenaran bersikap, melainkan sebagai sarana informasi buat masyarakat untuk mengetahui lebih jelas mengenai kasus korupsi Sisminbakum..??
 

Panitia Gerak Jalan Santai IKA SMAN 12 Makassar
Acara Pengundian door price gerak jalan IKA SMAN 12 Makassar

Siapa bilang hujan bencana? malahan dengan hujan kreatifitas panitia makin bertambah...../diuji.... alhamdulillah panitia lolos dari ujian.... mantap

Sukses selalu buat kita2 semua dan Untuk IKA SMAN 12 Makassar.

 

Rabu, 16 Juni 2010

PIALA DUNIA 2010 AFRIKA SELATAN



Seperti halnya negara-negara lain yang menjadi kontestan Piala Dunia 2010, Tim Nasional Belanda juga sudah mengumumkan SKUAD TIM BELANDA DI PIALA DUNIA 2010. Pelatih Tim Nasional sepakbola Belanda ( Netherlands ) Bert van Marwijk, sudah merilis nama 23 pemain yang akan berlaga ke Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Berikut adalah SKUAD TIM BELANDA DI PIALA DUNIA 2010 :

Kiper        : Sander Boschker (FC Twente), Maarten Stekelenburg (Ajax), Michel Vorm (FC Utrecht)

Belakang : Khalid Boulahrouz (Stuttgart), Edson Braafheid (Celtic), John Heitinga (Everton), Joris Mathijsen (Hamburg), Andre Ooijer (PSV Eindhoven), Giovanni van Bronckhorst (Feyenoord), Gregory van der Wiel (Ajax)

Tengah    : Ibrahim Afellay (PSV Eindhoven), Nigel de Jong (Manchester City), Demy de Zeeuw (Ajax), Stijn Schaars (AZ Alkmaar), Wesley Sneijder (Inter Milan), Mark van Bommel (Bayern Munich), Rafael van der Vaart (Real Madrid)

Depan     : Ryan Babel ( Liverpool ), Eljero Elia ( Hamburg ), Klaas Jan Huntelaar (AC Milan), Dirk Kuyt (Liverpool), Arjen Robben (Bayern Munich), Robin van Persie (Arsenal)

Jadwal Piala Dunia 2010 Afrika Selatan

Grup A:
11 Juni 2010
21:00 Afrika Selatan v Meksiko, Soccer City, Johannesburg
12 Juni 2010
01:30 Uruguay v Prancis, Cape Town Stadium, Cape Town

17 Juni 2010
01:30 Afrika Selatan v Uruguay, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria
17 Juni 2010
18:30 Prancis v Meksiko, Peter Mokaba Stadium, Polokwane

22 Juni 2010
21:00 Meksiko v Uruguay, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg
21:00 Prancis v Afrika Selatan, Free State Stadium, Bloemfontein

Grup B:
12 Juni 2010
18:30 Argentina v Nigeria, Ellis Park Stadium, Johannesburg
21:00 Korea Selatan v Yunani, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

17 Juni 2010
21:00 Argentina v Korea Selatan, Soccer City, Johannesburg
18 Juni 2010
01:30 Yunani v Nigeria, Free State Stadium, Bloemfontein

23 Juni 2010
01:30 Yunani v Argentina, Peter Mokaba Stadium, Polokwane
01:30 Nigeria v Korea Selatan, Moses Mabhida Stadium, Durban

Grup C:
13 Juni 2010
01:30 Inggris v Amerika Serikat, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg
13 Juni 2010
18:30 Aljazair v Slovenia, Peter Mokaba Stadium, Polokwane

18 Juni 2010
21:00 Inggris v Aljazair, Cape Town Stadium, Cape Town
19 Juni 2010
01:30 Slovenia v Amerika Serikat, Ellis Park Stadium, Johannesburg

23 Juni 2010
21:00 Amerika Serikat v Aljazair, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria
21:00 Slovenia v Inggris, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

Grup D:
13 Juni 2010
21:00 Jerman v Australia, Moses Mabhida Stadium, Durban
14 Juni 2010
01:30 Serbia v Ghana, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria

18 Juni 2010
18:30 Jerman v Serbia, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth
19 Juni 2010
18:30 Ghana v Australia, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg

24 Juni 2010
01:30 Australia v Serbia, Mbombela Stadium, Nelspruit
01:30 Ghana v Jerman, Soccer City, Johannesburg

Grup E:
14 Juni 2010
18:30 Belanda v Denmark, Soccer City, Johannesburg
21:00 Jepang v Kamerun, Free State Stadium, Bloemfontein

19 Juni 2010
21:00 Belanda v Jepang, Moses Mabhida Stadium, Durban
20 Juni 2010
01:30 Kamerun v Denmark, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria

25 Juni 2010
01:30 Denmark v Jepang, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg
01:30 Kamerun v Belanda, Cape Town Stadium, Cape Town

Grup F:
15 Juni 2010
01:30 Italia v Paraguay, Cape Town Stadium, Cape Town
15 Juni 2010
18:30 Selandia Baru v Slowakia, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg

20 Juni 2010
18:30 Italia v Selandia Baru, Mbombela Stadium, Nelspruit
21:00 Slowakia v Paraguay, Free State Stadium, Bloemfontein

24 Juni 2010
21:00 Paraguay v Selandia Baru, Peter Mokaba Stadium, Polokwane
21:00 Slowakia v Italia, Ellis Park Stadium, Johannesburg

Grup G:
15 Juni 2010
21:00 Brasil v Korea Utara, Ellis Park Stadium, Johannesburg
16 Juni 2010
01:30 Pantai Gading v Portugal, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth

21 Juni 2010
01:30 Brasil v Pantai Gading, Soccer City, Johannesburg
21 Juni 2010
18:30 Portugal v Korea Utara, Cape Town Stadium, Cape Town

25 Juni 2010
21:00 Korea Utara v Pantai Gading, Mbombela Stadium, Nelspruit
21:00 Portugal v Brasil, Moses Mabhida Stadium, Durban

Grup H:
16 Juni 2010
18:30 Spanyol v Swiss, Moses Mabhida Stadium, Durban
21:00 Honduras v Cili, Mbombela Stadium, Nelspruit

21 Juni 2010
21:00 Spanyol v Honduras, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth
22 Juni 2010
01:30 Cili v Swiss, Ellis Park Stadium, Johannesburg

26 Juni 2010
01:30 Swiss v Honduras, Free State Stadium, Bloemfontein
01:30 Cili v Spanyol, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria

16 Besar
26 Juni 2010, 21:00
Juara Grup A v Peringkat Kedua Grup B, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth (Partai 49)

27 Juni 2010, 01:30
Juara Grup C v Peringkat Kedua Grup D, Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg (Partai 50)

27 Juni 2010, 21:00
Juara Grup D v Peringkat Kedua Grup C, Free State Stadium, Bloemfontein (Partai 51)

28 Juni 2010, 01:30
Juara Grup B v Peringkat Kedua Grup A, Soccer City, Johannesburg (Partai 52)

28 Juni 2010, 21:00
Juara Grup E v Peringkat Kedua Grup F, Moses Mabhida Stadium, Durban (Partai 53)

29 Juni 2010, 01:30
Juara Grup G v Peringkat Kedua Grup H, Ellis Park Stadium, Johannesburg (Partai 54)

29 Juni 2010, 21:00
Juara Grup F v Peringkat Kedua Grup E, Loftus Versfeld Stadium, Pretoria (Partai 55)

30 Juni 2010, 01:30
Juara Grup H v Peringkat Kedua Grup G, Cape Town Stadium, Cape Town (Partai 56)

Perempat-Final
2 Juli 2010, 21:00
Pemenang Partai 53 v Pemenang Partai 54, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth (Partai 57)

3 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 49 v Pemenang Partai 50, Soccer City, Johannesburg (Partai 58)

3 Juli 2010, 21:00
Pemenang Partai 52 v Pemenang Partai 51, Cape Town Stadium, Cape Town (Partai 59)

4 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 55 v Pemenang Partai 56, Ellis Park Stadium, Johannesburg (Partai 60)

Semi-final
7 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 58 v Pemenang Partai 57, Cape Town Stadium, Cape Town (Partai 61)

8 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 59 v Pemenang Partai 60, Moses Mabhida Stadium, Durban (Partai 62)

Perebutan Juara Ketiga
11 Juli 2010, 01:30
Tim Kalah Partai 61 v Tim Kalah Partai 62, Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth (Partai 63)

Final
12 Juli 2010, 01:30
Pemenang Partai 61 v Pemenang Partai 62, Soccer City, Johannesburg (Partai 64)

Minggu, 25 April 2010

SEJARAH PERMAHI
PERMAHI didirikan oleh beberapa pengagas yang organisasi pertamanya adalah IMHJ yang dimotori oleh Yan Djuanda Saputra, dengan cara road show ke daerah-daearah maka dirintislah PERMAHI. Para mahasiswa dari seluruh Indonesia mendeklarasikan berdirinya Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI). Beberapa bulan setelah deklarasi tersebut maka diadakan Kongres I pada tanggal 5 Maret 1982 berdirinya PERMAHI, maka telah lahirlah sebuah wadah bagi mahasiswa fakultas hukum yang berlandasan profesi dibidang hukum.

Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia ( PERMAHI ) didirikan pada tanggal 5 Maret 1982 oleh beberapa aktifis mahasiwa hukum di Jakarta, yang melihat ketika itu “mati suri”. Diantara Tokoh yang memprakarsai terbentuknya PERMAHI adalah : Frits Lumoindong, Martin Hutabarat, Yan Juanda Saputra dll. PERMAHI terbentuk karena nilai-nilai idealisme dan Nasionalisme. Pada Tahun berdirinya organisasi ini penuh dengan dinamika namun berkat nilai-nilai yang di usung maka dalam waktu kurang dari 5 tahun telah terbentuk 16 cabang. Diantara Jakarta, Medan, Palembang, Pekanbaru, Manado, Jogjakarta, Surabaya, Malang,Maluku, Irian Jaya, Padang, Depansar, Makassar , Semarang, Bandung, Kediri yang aktif dalam menjalankan kegiatan dalam bidang ilmu hukum.

Namun karena ada sesuatu dan lain hal yaitu, Setelah PERMAHI berkembang dengan pesat ditandai dengan terbentuknya 16 cabang dengan kegiatan nasional seperti penyuluhan-penyuluhan maka PERMAHI mengalami perpecahan di internal organisasi dengan ditandinya keluarnya Sekretaris Jendaral yang pada saat itu dijabat oleh Yan Djuanda Saputra karena ada ketidak sefahaman dengan Ketua Umum yang saat itu dijabat oleh Frits Lumondong ketidak sefahaman ini dikarenakan setelah PERMAHI berjalan cukup lama Frits Lumoindong yang saat itu telah menjadi karyawan di Kejaksaan Agung RI tidak kunjung meletakan jabatannya sebagai Ketua Umum PERMAHI.

Karena perseteruan dan perpecahan tersebut maka terjadilah persaingan untuk saling membuktikan diantara kedua pemimpin ini. Akan tetapi takdir mengatakan lain, pada saat Frits lumoindong melakukan perjalan ke Bali maka Frits lumoindong meninggal karena kecelakan. Sejak terjadinya kecelakaan tersebut maka terjadilah kevakuman kepemimpinan di tubuh PERMAHI. Setelah melakukan Rapat Pimpinan maka terpilihlah Sutito sebagai pengganti dari Ketua Umum PERMAHI, kala itu Sutito yang merupakan aktivis PERMAHI Yogyakarta berhasil mengantarkan kepada Kongres PERMAHI II yang diadakan di Surabaya yang berhasil memilih Tejo Baskoro menjadi Ketua Umum yang baru. Dengan pertarungan yang begitu berat maka kepengurusan Tejo Baskoro tidak berlangsung lama dengan ditandai oleh dilakukanya Kongres ke III di Jakarta pada tahun 1987 sebuah kongres yang saat itu diketuai oleh Juniver Girsang dan Rini Dahliani sebagai Sekertaris akan tetapi ternyata kongres tersebut tidak berjalan lancar dan diboikot/dibubarkan oleh Pihak kepolisian karena tidak mempunyai perizinan yang harus diurus pada saat itu dan mulai terjadi perpecahan dan kevakuman pada saat itu. Pada Tahun 1987 PERMAHI mengalami kevakuman sehingga PERMAHI tidak lagi beraktifitas namun PERMAHI tidak perna “bubar”. Namun beberapa cabang masih aktif seperti Surabaya, Jogjakarta, Padang.

Lalu pada tanggal____ diselenggarakannya workshop “PERKENALAN PROFESI HUKUM” yang bertempat di Gedung Patra Jasa saat inilah menjadi cikal bakal berdirinya kembali PERMAHI “PERMAHI bangun dari tidurnya” setelah diselenggarakannya acara tersebut maka sejumlah aktifis Mahasiswa hukum dari Jakarta dan Lampung dikumpulkan bersama untuk diberi pengarahan untuk dapat mengaktifkan kembali PERMAHI.

Pada Tahun 2002, para alumni PERMAHI ( IKA PERMAHI ) yang dahulu merupakan anggota PERMAHI, telah berhasil mengaktifkan 4 cabang kembali PEMAHI antaranya Jakarta, Surabaya, Lampung dan Jogjakarta.

Setelah acara tersebut maka diselenggarakanlah MAPERCA Jakarta ke VI pada tanggal 20-21 September 2003 yang dihadir oleh Mahasiwa Fakultas Hukum se Jakarta dan Lampung. Sejak maperca tersebut PERMAHI DPC Jakarta telah aktif kembali karena mempunyai penerus organisasi namun tanpa adanya ketua yang memimpin DPC Jakarta tentu sangat riskan maka dilaksanakanlah LDK DPC Jakarta dan Konferca DPC Jakarta di Puncak Bogor, dan terpilihlah Yudha Ramon sebagai Ketua Cabang Jakarta tahun 2004-2006 setelah terbentuknya DPC JAKARTA maka diadakanlah MAPERCA ke VII DPC Jakarta yang diikuti oleh mahasiswa dari Jakarta, Lampung, Surabaya, Yogyakarta.

Setelah itu maka di adakan pelantikan persiapan cabang DPC Yogyakarta dan DPC Lampung. Maka dengan dilantiknya Fajar dari Yogyakarta dan Angga Busra Lesmana dari Lampung maka secara de facto jumlah DPC menjadi 4 dengan DPC Surabaya yang telah melaksanakan MAPERCA dan KONFERCA. Secara de facto pada saat itu telah memiliki 4 Cabang munculah geliat-geliat untuk mengadakan kongres untuk menghimpun dan memperluas jarinagan nasional. Pada saat Maperca dan Konferca DPC Yogyakarta dilaksanakan di Universitas Janabadra. Maka keempat perwakilan DPC yang secara DeFacto sudah ada melakukan urung rembuk di Kaliurang, Yogyakarta dengan peserta Wahid dan dari DPC Surabaya, Yudha Ramon dan dari DPC Jakarta, Angga Busra dan Andri F dari DPC Lampung, dan Fajar dan Rani dari DPC Yogyakarta menyatakan akan menyiapkan kepemimpinan nasional untuk dapat menyatukan dan memberiakan perluasan bagi PERMAHI. Maka hal tersebut bernama Deklarasi Kaliurang.

KONGRES VERSI JOGJAKARTA

Dengan adanya deklarasi kaliurang tersebut merupakan sebuah keinginan Mahasiswa PERMAHI yang berhimpun dan menyatakan keinginan bersamanya untuk memperbesar PERMAHI yang amat dicintainya akan tetapi hal ini pula yang amat ditakuti oleh para alumni dari IKA yang telah mempersiapkan dan mencoba untuk melakuakan intervensi untuk melantik dan membuat DPP PERMAHI yang mereka sebut dengan PLT. DPP PERMAHI dengan ditandai oleh pencantuman pengumuman yang berisi “ dicari Calon Ketua Umum DPP PERMAHI” di Kantor sekertariatan IKA PERMAHI dan diadakannya diundanglah pada tanggal 16-17 Desember 2005 di Taman Mini, para pemimpin dari DPC Jakarta, Yogyakarta, Lampung dan Surabaya untuk menetapkan seorang pemimpin yang telah mereka pilih untuk menjadi PLT DPP PERMAHI tentunya hal ini tidak di akomodir oleh para pemimpin dari ke Empat DPC ini dan sempat terjadi perdebatan yang keras antara Juniver Girsang (Ketua Umum IKA PERMAHI), Wawan Tunggul Alam dengan keempat pemimpin DPC tersebut tentang cara pemilihan Ketua Umum DPP PERMAHI, pada saat itu Juniver Girsang (Ketua Umum IKA PERMAHI), Wawan Tunggul Alam memaksakan bahwa pada malam itu harus dipilih seorang ketua umum DPP PERMAHI akan tetapi hal tersebut ditentang oleh seluruh DPC-DPC bahwa untuk memilih seorang KETUA UMUM DPP PERMAHI haruslah di pakai sebuah mekanisme Kongres yang menyatukan seluruh suara dari MAHASISWA HUKUM yang berhimpun dalam wadah PERMAHI. Untuk itu seluruh DPC-DPC bersepakat untuk mempersiapkan Kongres yang dilakukan oleh MAHASISWA HUKUM dan mandiri dalam arti didanai sendiri. Dan pada saat itu Juniver Girsang (Ketua Umum IKA PERMAHI), Wawan Tunggul Alam memberikan syarat harus dilakukan dalam waktu 4 bulan dan tanpa ada pendanaan dari IKA PERMAHI.
Dengan syarat tersebut seluruh DPC setuju. Dengan dasar pemikiran : Setiap organisasi pasti memiliki AD/ART sebagai panduan ataupun pedoman dalam menjalankan kegiatannya, begitu juga dengan PERMAHI yang memilliki AD/ART sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan yang ada sangat dirasa AD/ART yang ada kurang relevan lagi terhadap keadaan yang ada, berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan perubahan ataupun revisi terhadap AD/ART yang telah ada, sehingga pelaksanaan tugas yang yang berpedoman terhadap AD/ART dapat berjalan dengan semestinya tanpa harus menyimpanginya.

Dalam suatu organisasi hal yang paling krusial adalah kepengurusan, artinya bahwa suatu organisasi tidak akan berjalan efektif apabila tidak ada kepengurusan yang efektif pula. Begitu juga halnya dengan PERMAHI sebagai organisasi yang bergerak di bidang profesi PERMAHI dituntut dapat memberikan hal yang bermanfaaf bagi para anggotanya dan dapat menampung aspirasi mahasiswa hukum di seluruh Indonesia tetapi hal tersebut tidak akan tercapai jika kepengurusan di DPP PERMAHI belum terbentuk. Memang kita mengakui bahwa DPP PERMAHI pernah terbentuk tetapi karena kondisi dan situasi yang ada DPP PERMAHI tidak dapat berjalan dengan efektif.
Oleh karenanya salah satu hal yang menjadi dasar pemikiran diadakannya kongres yang akan diadakan di Yogyakarta pada bulan April adalah untuk membentuk kepengurusan DPP PERMAHI dengan harapan DPP kelak dapat membangun jaringan ataupun cabang-cabang PERMAHI diseluruh Indonesia sesuai dengan namanya yaitu perhimpunan mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI).
Dalam sebuah organisasi adalah sebuah kebutuhan untuk mewujudkan dan melaksanakan AD/ART. Salah satunya adalah pembentukan pengurus tingkat pusat atau lebih dikenal dengan dewan pengurus pusat. Karena dengan terbentuk DPP PERMAHI akan memperjelas dan mempermudah garis-garis koordinasi antara pengurus baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang.
Hal ini juga diperlukan komitmen yang kuat antar masing-masing tingkat kepengurusan untuk bertanggung jawab atas hasil yang didapat dari kongres yang diadakan nantinya.
Didalam perjalanan menuju kongres keempat DPC yang telah berkomitment untuk menyelenggarakan Kongres melebur menjadi sebuah tim carteker yang beranggotakan delapan orang yang bertugas untuk melakukan persiapan-persiapan dari Kongres tersebut maka tim carteker ini membuahkan hasil untuk melakukan Kongres di Yogyakarta pada Tanggal 28-29 April 2006. Dengan berjalannya waktu maka persiapan-persiapan dilakukan dari draft perubahan AD/ART, tata cara pemilihan Ketua hingga GBHPKO semua disiapkan oleh tim carteker ini yang diketua oleh Asep Komaruddin. Sejak persiapan tim carteker ini telah mendapatkan intervensi yang cukup kuat dari IKA PERMAHI dari ancaman tidak akan didanai hingga akan dipecat, bahkan ancaman fisik juga terjadi. Akan tetapi sekali layar terkembang pantang kembali, itu lah yang menjadi semangat panitia untuk melaksanakan kongres yang akan menjadi tonggak kemandirian PERMAHI. Pada tanggal 20 April 2006 diadakan Pra Kongres yang diikuti oleh perwakilan DPC pada saat itu Feri Setiawan (ketua PLT.KETUM PERMAHI versi Alumni) hadir dan menjadi Pemimpin Sidang Pra Kongres Yogyakarta. Dan ikut memutuskan beberapa kebijakan-kebijakan dari Kongres yang akan diselenggarakan di Yogyakarta. Pada tanggal 28-29 April 2006 dimulailah Kongres ke III PERMAHI di Wisma Kagama, Yogyakarta, pada saat kongres di mulai datanglah 3 orang utusan IKA PERMAHI yang memberikan surat yang berisi “ bahwa siapapun yang mengikuti kongres akan di keluarkan dari keanggotaan PERMAHI” surat tersebut di berikan kepada pimpinan keempat cabang PERMAHI dan ketiga cabang yaitu Jogyakarta, Surabaya, Jakarta menyimpan surat tersebut dan DPC Lampung mengembalikan dan tidak menerima surat tersebut. Setelah dilakukan pengamanan maka ketiga orang yang diantaranya H.S Huar Noning (mencalonkan diri menjadi Ketua Umum pada Kongres yang dilakukan oleh IKA akan tetapi dikalahkan oleh mahasiswa dari DPC Banten versi PLT), Adhya, Dado. Akhirnya mereka pulang dengan tangan hampa karena kongres masih tetap dilaksanakan.
Maka pada hari yang sama kongres dimulai dengan dipilihlah sebagai presidium sidang tetap tiga orang yaitu : DPC Jakarta (Guffi), Lampung (Alfra), dan Surabaya (Ahmed). Kemudian pada pukul 14.30 sidang pleno 1 dimulai dengan pembahasan mulailah pembahasan maka terjadi begitu banyak pemikiran positif tentang kongres akan tetapi Ketua DPC Surabaya yang semula telah menyetujui kongres malah WALK OUT memaksa keseluruh anggotanya untuk meninggalkan Forum, maka terjadi kebinggungan maka ketua presedium sidang yang saat itu saudara Ahmed dari DPC Surabaya dipaksa untuk meninggalkan sidang dan memberikan pernyataan “ saya menyatakan akan meninggalkan ruang sidang untuk melakukan pendekatan secara emosional bukan secara pemikiran kepada DPC Surabaya. Menurutnya permasalahannya PERMAHI hanya ada dalam pemikiran bukan bagian dalam diri kita “ lalu pada pukul 16.55 ahmed mengundurkan diri dari sidang dan diganti oleh Vardy.

Lalu setelah walkout DPC Surabaya maka sidang dilanjutkan dengan pemandangan umum apakah kongres akan dilanjutkan atau tidak. Maka Tiga DPC yang tersisa menyatakan melanjutkan karena masih banyak hal penting dan yeng mendesak untuk di selesaikan. Maka pada tanggal 29 april 2006 ditetapkan perubahan ke II AD/ART PERMAHI dan pada tanggal 30 April 2006 ditetapkan Ezar Ibrahim sebagai Ketua Umum DPP PERMAHI periode 2006-2008. Pada Tahun 2006, demi terciptanya suatu organisasi yang baik dan berjalan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( AD dan ART PERMAHI ), telah ditunjuk Pelaksana Tugas Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP PERMAHI, yang bertugas mengaktifkan kembali cabang-cabang PERMAHI yang pernah ada dan membentuk cabang baru untuk melaksanakan kongres PERMAHI yang sesuai dengan AD/ART PERMAHI.
VERSI IKA PERMAHI
PERMAHI pada Versi IKA PERMAHI telah ditunjuk PLT Ketua Umum Feri Setiawan dan Sekretaris Jendral DPP PERMAHI H.S Huar Noning. IKA PERMAHI beranggapan bahwa kongres yang diadakan di jogja tidak sah karena kongres tersebut hanya dihadiri oleh tiga ( 3 ) DPC antara lain : DPC Jogja, DPC Lampung dan DPC Jakarta. Sementara ada 16 cabang PERMAHI, yang diantara Jakarta, Medan, Palembang, Pekanbaru, Manado, Jogjakarta, Surabaya, Malang, Maluku, Irian Jaya, Padang, Depansar, Makassar , Semarang, Bandung, Kediri maka di SK kanlah PLT Ketua Umum dan Sekretaris Jendral DPP PERMAHI yang kemudian bertugas mengaktifkan dan membentuk cabang-cabang di daerah dan untuk mengadakan kongres. Pada masa kepemimpinan ini PERMAHI telah memiliki cabang aktif antara lain Medan, Riau, Palembang, Padang, Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, Semarang, Bau-Bau ( Sultra ), Bogor, Purwokerto, Lamongan, Makassar. Yang mana terbentuk pada Maperca pada Tahun 2006.
Setelah terbentuknya cabang-cabang didaerah maka diadakan kongres pada Tahun 2008 yang dihadiri antara lain Medan, Riau, Palembang, Padang, Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, Semarang, Bau-Bau ( Sultra ), Bogor, Purwokerto, Lamongan, Banten, Makassar. Dan terpilihlah Ketua Umum DPP PERMAHI ( Bang Asep ) dari perwakilan PERMAHI DPC Banten periode 2008-2010.
PERMAHI beranggotakan individu-individu mahasiswa hukum di Indonesia ( stelsel aktif ), bukan merupakan perwakilan dari organisasi mahasiswa ataupun organisasi social politik lainnya. PERMAHI Independen, bukan afiliasi atau bagian dari kekuatan politik, social, kelompok, atau golongan lainnya. PERMAHI bergerak dalam tataran intelektual kemahasiswaan dan berupaya menciptakan kader profesi hokum yang sesuai dengan nilai-nilai kepermahian, yaitu intelektual, berintegritas dan memiliki rasa cinta tanah air yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan, antara lain pembekalan hukum, pengabdian social pada masyarakat, bantuan hokum kepada masyarakat secara Cuma-Cuma, penyuluhan hokum kepada masyarakat, pengkajian dan pengawasan terhadap penegakan hokum ditanah air dan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan aturan organisasi PERMAHI.

PERMAHI dalam gerak langkahnya bersifat kekeluargaan dan tidak mengarah kepada kepentingan suku, ras, agama, golongan, serta tidak bernaung di bawah kekuatan social politik manapun, tetapi sepenuhnya mengabdi untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
PERMAHI berasaskan Pancasila.
PERMAHI ini berdasarkan pendidikan di bidang hokum.
PERMAHI berbentuk organisasi kader profesi hukum

VISI
• Terbinanya Insan hokum yang berkepribadian dan bermoral pancasila berkeilmuan dan berkemapuan profesi serta memiliki rasa kesejawatan
• Membina dan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hokum warga masyarakat

MISI
• Pendidikan, praktek hukum, dan keterampilan berorganisasi
• Pertemuan-pertemuan ilmiah, diskusi, seminar dan penelitian
• Konsultasi dan bantuan hokum
• Kegiatan-kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan AD/ART

Sabtu, 20 Februari 2010

Bahasa Hukum merupakan bahasa dengan dunia tersendiri

Bahasa Hukum merupakan bahasa yang mempunyai khas tersendiri yang memeliki dunia tersendiri dalam sistem penulisannya walaupun tidak diatur dalam bentuk baku, bahasa hukum merupakan suatu bentuk penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus menerus di pergunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kita sama-sama ketahui terkadang bahasa hukum hanya dapat di mengerti oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awan hanya mengikut dengan kata lain seolah-olah mengerti.
Sementara yang kita ketahui bahwa bahasa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi dan Bahasa sebagaimana yang kita pahami adalah merupakan hal yang bersifat universal. Karena dengan bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginannya. Begitu juga pada aktivitas sosial yang kita lakukan baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Begitupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tentunya bukan hanya pembuatnya saja yang mengerti akan isinya tetapi juga masyarakat sepatutnya harus memahami, sementara dalam sistem penulisan bahasa hukum terkadang membingungkan masyarakat awam.
Menurut Pendapat Harkristuti Harkrisnowo menunjukkan, bahwa penggunaan bahasa dalam dokumen hukum Indonesia telah sejak lama dipandang sebagai penggunaan bahasa yang dimaksudkan hanya untuk kalangan hukum, bukan kalangan awam. Pandangan ini muncul karena kesulitan masyarakat pada umumnya untuk memahami makna rumusan-rumusan hukum dan juga pernyataan-pernyataan yang menjadi muatan dokumen hukum. Sebenarnya apa yang membedakan antara bahasa hukum dengan bahasa sehari-hari? Bukankah peristiwa atau perbuatan hukum yang terjadi lahir dari kehidupan sehari-hari masyarakat? Sehingga bahasa hukum seharusnya berkesesuaian dengan bahasa sehari-hari.
Menurut Julianto asis, SH(Mahasiswa Pasca Sarjana UMI:Ilmu Hukum), bahwa bahasa dalam hukum harus dipahami sebagai media pengantar manusia untuk memperoleh hak-hak hukumnya. Jika bahasa yang digunakan dalam hukum tidak relevan atau sangat sulit dipahami oleh masyarakat awam, maka bagaimana kemudian rasa keadilan dapat tercapai dengan kualitas komunikasi subjek hukumnya yang begitu dangkal. Jangan menyalahkan manusia, tetapi memang bahasa yang digunakan dalam hukum terkadang membingungkan dan bersifat ekslusif seperti yang dikatakan oleh Todung Mulya Lubis.
Bahasa Indonesia dalam penerapan hukum hanya merupakan formalitas belaka. Semua kecakapan kata akan Nampak jika seseorang sudah bersentuhan langsung dengan aparat penegak hukum. Sedangkan pada kenyataannya bahwa masyarakat yang ada tinggal ditempat yang berbeda dengan latar belakang suku dan bahasa yang berbeda pula. Dan secara otomatis bahasa pergaulan yang digunakan dalam komunitas masyarakat tidak secara keseluruhan disadur dari bahasa Indonesia. Jika didapati dalam realitas masyarakat terjadi perseteruan akibat ketersinggungan kata-kata ataupun bahasa yang digunakan, lantas bagaimana konsekuensi hukumnya. Apakah bahasa daerah dengan dialek tersendirinya dapat dimaknai sebagai sebuah perbuatan yang formal dan dapat disentuh dalam KUHP. Seperti contoh dalam Rapat PANSUS CENTURY pada saat mantan wakil presiden Bapak Jusuf Kalla untuk dimintai keterangan. Yang mana salah satu anggota pansus yakni Ruhut Sitompul memanggil Bapak Jusuf Kalla dengan sebutan “daeng”. Ungkapan ruhut tersebut memancing emosi anggota pansus yang lain, yang kebetulan berasal dari daerah yang sama Bapak Jusuf Kalla. Di sisi Ruhut menganggap bahwa sapaan daeng tersebut adalah suatu keakraban, sementara di sisi lain ada pihak yang menganggap bahwa ini adalah ucapan yang seakan meremehkan. Permasalahan bahasa hukum sebagaimana pandangan Sutan Takdir Alisyahbana "…baik bahasa maupun hukum merupakan penjelasan kehidupan manusia dalam masyarakat, yang merupakan pula sebagian dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu. bahasa dan hukum itu saling berhubungan, saling pengaruh, malahan dianggap sebagai penjelmaan masyarakat dan kebudayaan, yang sebaliknya pula dipengaruhi baik oleh bahasa maupun oleh hukum…”. Ternyata antara bahasa dan hukum dari dulu telah menjadi permasalahan yang pelik bagi bangsa indonesia. Istilah yang digunakan dalam hukum . Dimungkinkan terlalu banyak mengadopsi bahasa-bahasa luar. Maklum sumber hukum kita sendiri berasal dari warisan penjajah belanda. Sehingga membuat para sarjana hukum semakin pusing dengan istilah dan bahasa-bahasa asing. Hal ini juga dikarenakan keterbatasan bahasa indonesia dalam menerjemahkan suku kata yang digunakan oleh bahasa asing. Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., PhD. Mengungkapkan dalam tulisannya, akan tetapi sejumlah orang berpendapat bahwa hal-hal yang menjadi masalah dalam penggunaan bahasa di bidang hukum, justru dianggap sebagai karakteristik bahasa hukum yakni karena adanya: Kekhususan istilah yang digunakan, Kekhususan komposisi, Kekhususan gaya bahasa irah-irah dalam surat gugatan. Kami (Julianto asis, SH dan Reza sulrahman,SH) sependapat dengan apa yang dimaksudkan dalam karakterisitik penulisan bahasa. Memang seharusnya bahasa hukum haruslah memiliki karakter tersendiri dalam penulisannya. Tetapi bukan berarti karakteristik atau ciri khas dalam penulisan bahasa hukum tersebut mesti bersifat eksklusif, sehingga mengakibatkan bagi masyarakat awam atau seseorang yang tidak berprofesi hukum kesulitan dalam memaknainya.
Memperhatikan berbagai permasalahan dalam penerapan hukum dikaitkan dengan bahasa indonesia, maka suatu kerja keras bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk berupaya memberikan solusi. Peliknya bahasa hukum yang digunakan terkadang menjadi perdebatan bagi kalangan para praktisi maupun akademisi hukum. Terlebih lagi bagi masyarakat awam yang menjadi subjek hukum dan sangat awam terhadap permasalahan hukum. Belum adanya standar baku yang digunakan dalam penerapan bahasa hukum sebenarnya menjadi permasalahan utama. Belum lagi bahasa-bahasa serapan yang banyak diadopsi dari bahasa asing, mengakibatkan kesulitan untuk memaknai bahasa hukum.
Mudah-mudahan nantinya bahasa hukum dapat dimengerti baik untuk orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum maupun masyarakat awam.

Jumat, 05 Februari 2010

Menurut Eugen Erlich dan Roscoe Pound. Hukum yang baik adalah Hukum yang sesuai dengan Hukum yang Hidup dimasyarakat atau sesuai dengan perasaan Hukum masyarakat. Hukum disini sebagai AlaT Pembaharuan Masyarakat “Law as a tool of social engineering”.
Menyangkut persolan itu Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang memiliki berbagai macam jenis masyarakat "Suku Bangsa" dan budaya yang tentunya berbeda, persoalan yang kemudian muncul adalah persoalan penegakkan Hukum..?? menurut teori bahwa Hukum harus bersifat Universal berlaku bagi keseluruhan suku bangsa "Hukum Positif". Namun kenyataannya perlu sebuah pengkajian yang serius menyangkut itu karena suku bangsa yang Hidup Indonesia memiliki sebuah aturan tersendiri yang Hidup di masyarakat tersebut.Di sini terjadi pertentangan antara Hukum Positif dan Hukum yang berlaku di masyarakat..?? yang masih dipengaruh faktor sosiologis. Menurut Hans Kelsen dalam Teori Hukum Murni bahwa Hukum harus terlepas dari anasir-anasir atau faktor di luar Hukum.
Penegakkan Hukum di masyarakat masih sangat sulit di tegakkan secara ideal, masyarakat masih mengidap "penyakit" balas dendam atau penegakkan "Hukum" ala masyarakat yang sering kali meninggalkan Hukum yang berlaku yang secara tegas telah mengatur persoalan jenis Pidana dan aturan yang mengatur Pemidanaan.